“Kamtib, kamtib, awas ada kamtib” teriak seseorang saat Ayah sedang makan somay. Tak menunggu lama, pedagang-pedagang yang berjualan disekitar lapangan monumen nasional (Monas)pun berlarian menyelamatkan dagangan mereka.
Di benak Ayah saat itu ada beberapa pertanyaan yang bergejolak, bagaimana nasib piring somay yang masih Ayah gunakan, apakah Ayah perlu ikut menyelamatkan piring somay yang sedang dinikmati, bagaimana membayar somaynya.
Saat kejadian itu Ayah masih tergolong anak kecil yang belum paham mengenai hal itu, untungnya diberi penjelasan sama engkong dan eyang mami, kalau ada orang yang akan mengumpulkan piring somay dan kita bisa bayar sekalian ke orang tersebut, mendengar penjelasan itu hati Ayah menjadi tenang

Itulah kenangan yang paling berkesan saat mengunjungi Monas pertama kali, saat itu Ayah masih kecil. Mungkin umur 5 tahun, dibanding melihat monumen nasionalnya, Ayah lebih ingat kejadian pengejaran kamtib (seperti polisi pamong praja) kepada pedagang-pedagang yang bandel melanggar peraturan demi hajat hidupnya.
Depok, 4 November 2013
Hari ini Ayah berjanji menemani keluarga Mbah bukhari, Mbah Sumiyati
Jalan-jalan kesekitar area Jakarta, tujuan utamanya adalah Monumen Nasional.
Kira-kira pukul 8.30, bersama Mas Nara Ayah berangkat menuju kota Bekasi tercinta untuk menjemput keluarga besar. Setelah berembug bersama keluarga besar, tujuan jalan-jalan diubah menjadi ke TMII, jika waktu masih memungkinkan baru ke Monas. Karena jalan-jalan kali ini banyak yang ingin ikut serta, diputuskan untuk pergi menggunakan 3 mobil.
Setelah berjibaku menghadapi kemacetan, sampailah kita di TMII, berputar sekali untuk melihat wahana apa yang bisa dikunjungi. Ayahpun memarkirkan GL ke tempat parkir dekat kereta gantung.
Berhubung sudah masuk waktu makan siang, makanlah kita dibawah pohon rindang, rasanya nikmat kalo makan rame-rame gini.
Beberapa ingin naik kereta gantung, sebagian ingin cari kaos khas TMII, dan beberapa ingin bersantai menikmati rindangnya pohon. Mas Nara sendiri inginnya ketempat yang lain, Akhirnya bersama engkong kita mampir ke wahana Tionghoa dan Museum air tawar.
Sedang asik-asiknya melihat ikan-ikan dimuseum air tawar, ada telpon dari eyang mami, katanya semua sudah selesai, waktunya kembali menuju bekasi, karena keluarga mbah sum harus berkemas untuk kembali menuju jawa tengah jam 10 nanti.
Monas here We came
Bada Magrib, Eyang Mami tanya apakah mau ikut anter mbah sum ke stasiun senen? Nanti sekalian ke Monas, Ayah pikir sekalian aja, nanti dari monas Ayah dan Mas langsung menuju ke kota tercinta Depok. Apalagu besoj hari libur, jadi ngak papa deh sekalian cape, biar besok bisa istirahat.
Lagi-lagi berjibaku dengan padatnya lalu lintas dipinggir ibukota, banyak pengendara sudah lupa kaidah berlalu lintas, jadilah Ayah tertahan 1 jam diwilayah seroja. Untungnya spare waktu sebelum keberangkatan kereta mbah Sum masih lama, jadi masih bisa mengejar.
Selesai mendrop keluarga besar distasiun senen, perjalanan dilanjutkan menuju monumen nasional.
Kirain sepi ternyata cukup ramai, padahal sudah pukul setengah 10 malam.
Enaknya datang ke Monas di malam hari adalah hawanya sejuk dan tidak perlu berpanas-panas ria, ada banyak penjaja makanan dan mainan, cocoklah untuk yang bawa anak kecil.
Karena Ayah dan mas Nara mulai mengantuk, akhirnya Ayah dan mas Nara izin untuk pulang lebih dulu ke Depok.
Meskipun belum naik keatas, cukuplah kunjungan kali ini